Membantah Tuduhan Kelas 41, Milik Organisasi PSHT Disalahgunakan, Ini Penjelasan Kangmas Sukriyanto, SH., M.H Mantan Tim LHA Madiun

Foto : Membantah Tuduhan Kelas 41, Milik Organisasi PSHT Disalahgunakan, Ini Penjelasan Kangmas Sukriyanto, SH., M.H Mantan Tim LHA Madiun, Minggu (95/10/2025). 

MADIUN I shterate.or.id – Pada situs web https://psht.or.id / kelas 41 milik organisasi yang disalaggunakan / tertulis sebuah artikel berjudul (“Kelas 41, Milik Organisasi Yang Disalahgunakan”). Judul itu menggelitik pikiran normal para warga Persaudaraan Setia Hati Terate (SH Terate) di seluruh Indonesia dengan pertanyaan, mengapa HAKI PSHT milik organisasi dialihnamakan menjadi nama pribadi.

Menanggapi hal tersebut, Kangmas Sukriyanto, S.H., M.H mantan anggota Lembaga Hukum dan Advokasi (LHA), menjawab dengan santai, “SH Terate sejak lahir kan sebuah perkumpulan tidak berbadan hukum. Konsekwensi perkumpulan tidak berbadan adalah tidak bisa menjadi subyek hukum,” terangnya.

Untuk itu Kangmas Sukriyanto mengajak menilik sejarah SH Terate ke belakang sejenak. Pada tahun 2005, Kangmas Tarmadji Boedi Harsono mengutus saudara Kangmas Sunarno untuk mengurus HAKI SH Terate, dimana diantaranya adalah lambang SH Terate. Meski ada banyak versi lambang SH Terate, setelah diskusi dengan banyak saudara, saat itu Kangmas Tarmadji Boedi Harsono memilih lambang yang muncul di era Kangmas Tarmadji menjabat sebagai Ketua Umum Persaudaraan Setia Hati Terate (SH Terate), yaitu lambang dengan huruf tegak yang sederhana, semata untuk kemudahan proses dan pertanggungjawaban.

“Lambang itu didaftarkan Kangmas Tarmadji dengan pemilik manfaat adalah Persaudaraan Setia Hati Terate. Kangmas Tarmadji tidak pernah meminta dan atau mendapatkan royalti pribadi untuk HAKI tersebut,” ujar Kangmas Sukriyanto lebih lanjut.

Pertanyaan berikutnya adalah mengapa hak merek tersebut dialihkan ke Kangmas Issoebijantoro, S.H yang saat ini sebagai Ketua Dewan Pusat ?

Bahwa adanya Parapatan Luhur 2016 di Jakarta, dengan terpilihnya saudara Ir. Muhammad Taufiq, sebagai Ketua Umum, adalah fakta. Tidak usah diperdebatkan lagi. Akan tetapi paska terpilihnya beliau ini, mulai muncul kegaduhan-kegaduhan di banyak cabang, yang dimulai di Sleman Jogyakarta, dimana ada parapatan cabang (Musyawarah Cabang ) tanpa melibatkan pengurus cabang yang masih eksis (masa bakti kepengurusan belum selesai). Dan juga ada penonaktifan pengurus cabang tanpa prosedur jelas, muncul SK kepengurusan cabang baru tanpa proses parapatan / musyawarah cabang. Otomatis hal ini menciderai rasa penghargaan dan persaudaraan yang ada antara sesama saudara SH Terate.

Kegaduhan demi kegaduhan di banyak cabang itu kemudian dibahas di dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) 2017, dimana pesertanya adalah Peserta Parapatan Luhur 2016.

Berhubung saudara Ir. Muhammad Taufiq tidak hadir, sementara kegaduhan tidak bisa dibiarkan berlarut, maka harus segera ada solusi segera. Dan untuk itu forum lalu membuat kesepakatan bersama, meningkatkan status dari Rakornas 2017 menjadi Parapatan Luhur.

“Jadi peserta Parapatan Luhur 2017 adalah juga peserta Parapatan Luhur 2016, mayoritas, jauh di atas kuorum sebagaimana dipersyaratkan AD/ART 2016, dan disetujui Majelis Luhur yang bersifat kolegtif kolegial. Persaudaraan Setia Hati Terate sudah menyelesaikan masalahnya sendiri,”tambahnya.

Dari forum tersebut lalu terpilih Kangmas Drs. R. Moerdjoko HW sebagai Ketua Umum Persaudaraan Setia Hati Terate (SH Terate) dan Kangmas Issoebijantoro, S.H sebagai Ketua Dewan Pusat.

Berdasar peristiwa tersebut, maka 2018 dilaksanakan pengalihan tanggungjawab pemegang hak merek dari alm mas Tarmadji kepada Kangmas Issoebijantoro selaku Ketua Dewan Persaudaraan Setia Hati Terate. Jadi di sini Kangmas Issoebijantoro, S.H bertindak selaku pengurus Persaudaraan Setia Hati Terate, bukan pribadi.

“Jika saudara Syamsoedin menyatakan dalam artikel tersebut bahwa “Merek Kelas 41 adalah milik organisasi PSHT yang didaftarkan oleh Ketua Umum (saat itu) sebelum Organisasi memiliki Badan Hukum (AHU).” maka pernyataan ini benar sekali bahwa SH Terate adalah organisasi tidak berbadan hukum,” tegas Kangmas Sukriyanto.
Lalu bagaimana proses pengalihan HAKI bagi organisasi tidak berbadan hukum ? Karena SH Terate adalah tidak berbadan hukum, maka sudah barang tentu proses pengalihan harus melibatkan ahli waris Kangmas Tarmadji,” lebih lanjut Sukriyanto menjelaskan.

“Jika hak merek ini tidak dialihkan, nanti dikhawatirkan ada tuduhan keluarga mas Tarmadji mau menguasai aset dan sebagainya, “tandas Sukriyanto.

“Daripada permasalahan hukum berlarut tiada ujung, maka solusi terbaik adalah parapatan luhur bersama, sambung rasa. Toh peserta Parapatan Luhur 2017 adalah juga peserta Parapatan Luhur 2016. Jadi jika kelompok mas Taufik mengajak nyawiji, maka hal itu sebenarnya sudah ditunggu saudara-saudara cabang sejak 2017 lalu. Karena jika saudara Taufik hadir dalam Rakornas 2017, maka tidak akan ada cerita ada Parapatan Luhur 2017,” tandas Kangmas Sukriyanto mengakhiri pembicaraan.

  • Editor : KOMINFO-PUSAT/bgs.